Senin, 25 Februari 2008

makalah kimia

PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN PENDEKATAN PENGAJARAN TERBALIK (RECIPROCAL TEACHING) PADA MATERI PENCEMARAN AIR SISWA KELAS 2 MAN I BARABAI

I. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan kemampuan manusia dalam kebersamaannya baik yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Masalah pendidikan muncul bersama dengan keberadaan manusia, bahkan pendidikan merupakan refleksi dari kebudayaan manusia. Melalui pendidikan, kebudayaan manusia dari generasi ke generasi diwariskan. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan kompleks maka manusia dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan hanya bisa diperoleh melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan informal.
Siswa sebagai komponen dalam belajar dituntut untuk giat agar mencapai prestasi yang menggembirakan. Keberhasilan belajar ditandai adanya perubahan-perubahan pada diri siswa. Perubahan itu antara lain perubahan pola fikir, perasaan, pemahaman, dan tingkah laku. Secara umum, Slameto (1995) mengemukakan bahwa keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: intelegensi, minat, bakat, keadaan sosial ekonomi, perhatian orang tua, metode mengajar, media, kurikulum, kesiapan, dan teman bergaul.

Salah satu cara untuk mewujudkan keberhasilan kegiatan belajar mengajar adalah pemilihan metode pembelajaran dan media yang tepat dan efisien, sehingga siswa dapat menerima dan memahami materi pelajaran. Kedudukan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar sangatlah penting. Dengan metode pembelajaran yang bervariasi maka siswa akan tertarik dan tugas guru dalam menyampaikan materi akan lebih mudah dipahami dan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Mata pelajaran kimia di sekolah seringkali membuat kita kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap substansi pelajaran tersebut. Walaupun seringkali kita mengetahui bahwa banyak siswa yang mungkin mampu menghapal dan menyelesaikan soal-soal, tetapi pada kenyataan mereka seringkali tidak memahami atau mengerti secara mendalam dibalik pernyataan-pernyataan fakta pengetahuan atau rumus-rumus tersebut. Pengertian atau pemahaman yang dimaksudkan disini adalah pemahaman siswa terhadap fakta yang saling berkaitan dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, guru perlu memilih metode-metode mengajar yang menarik dan cocok dengan mempertimbangkan keadaan siswa, keadaan sekolah dan lingkungannya serta kekhasan pokok bahasan tersebut. Salah satu materi pelajaran kimia adalah pencemaran air.
Di dalam kurikulum tujuan pembelajaran pencemaran air mengarah kepada ranah kognitif dan afektif karena itulah diperlukan suatu metode yang dapat mendukung terlaksananya ranah kognitif dan afektif tersebut dan juga yang dapat mengarah pada ranah psikomotorik agar dapat mempermudah siswa dalam mempelajarinya sehingga dapat meningkatkan prestasi yang dicapai siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan pengajaran terbalik (Reciprocal Teaching) dengan menerapkan pendekatan belajar konstruktivisme.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran kimia dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching) pada materi pencemaran air pada siswa kelas 2 MAN I Barabai.
II. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka muncul suatu permasalahan yaitu bagaimana implementasi pembelajaran kimia dengan menerapkan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching) terhadap hasil belajar siswa MAN I Barabai?
Untuk mengatahui implementasi pembelajaran kimia melalui pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching) terhadap hasil belajar siswa MAN I Barabai perlu dijawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
(1) Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dan perangkat pembelajaran (Lembar Kegiatan Siswa) dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching)?
(2) Bagaimana aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching)?
(3) Bagaimana hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran kimia dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching) pada materi pencemaran air?
III. TUJUAN PENELITIAN
(1) Mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran dan perangkat pembelajaran (Lembar Kegiatan Siswa) dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching) pada materi pencemaran air.
(2) Mendeskripsikan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching) pada materi pencemaran air.
(3) Mendeskripsikan hasil belajar siswa pada materi pencemaran air dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching)
IV. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu perangkat perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Pengajaran Terbalik yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kadar aktivitas siswa; meningkatkan keterampilan siswa dalam meringkas, menyusun pertanyaan penting, mengklarifikasi dan memprediksi bahan bacaan, serta meningkatkan persentase ketuntasan belajar siswa.
V. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Pembelajaran Konstruktivisme
5.1.1 Pengertian konstruktivisme
Menurut Tobin (Rustana, 2001) konstruktivis berasal dari kata Construction yang berarti membentuk/membangun. Jadi pendekatan konstruktivis merupakan pendekatan belajar yang menekankan kepada peran siswa dalam membentuk pengetahuan mereka. Pengalaman itu sendiri dalam pandangan konstruktivis diartikan berdasarkan epistimologi sebagai konstruksi manusia dan tidak eksis di luar agen/keberadaan berpikir. Jadi pengetahuan dibentuk setiap individu secara personal dan sosial, dan digunakan sebagai bahan hasil suksesi pengetahuan dan refleksi.
Menurut Driver (Rustana, 2001) kunci utama dalam perspektif ini adalah bahwa manusia membentuk model mental mengenai lingkungan mereka, dan pengalaman baru diinterpretasikan dan dimengerti sesuai dengan model atau skema mental yang telah dimilikinya.
Th. Enny RA (Sugiarto dkk., 2001) berpendapat bahwa konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan.
Nur (Sugiarto dkk., 2001) berpendapat bahwa esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan mentransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka diharuskan menjadikan informasi itu sebagai miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme, anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita.
Yang sangat penting dalam teori konstruktivisme adalah penekanan pada siswa dalam proses belajar. Siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuannya, bukannya guru atau orang lain. Keaktifan dan kreativitas siswa akan membantunya untuk mandiri dalam perkembangan kognitifnya. Anggapan lama yang menganggap siswa tidak tahu apa-apa tidak cocok dengan prinsip konstruktivisme. Guru perlu menyadari bahwa anak, meski kecil, sudah punya sesuatu pemikiran pula dalam taraf mereka.

5.1.2 Prinsip pendekatan konstruktivisme
Pendekatan belajar konstruktivis memiliki beberapa prinsip dasar (Rustana, 2001) sebagai berikut:
(1) Prior knowledge
Ausubel menyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. Pernyataan ini telah digunakan sebagai acuan yang mendasari proses pembelajaran IPA dalam pendekatan konstruktivis yang disebut dengan pengetahuan awal/dasar (prior knowledge). Prior knowledge ini juga dikenal sebagai konsepsi awal atau kerangka acuan alternatif siswa yang memegang peran penting sebagai basis pengetahuan dalam proses perubahan konseptual (conceptual-change process) dari konsepsi awal menjadi konsep yang dapat diterima secara ilmiah.
(2) Knowledge construction
Proses pembentukan pengetahuan (knowledge construction) IPA dalam perspektif konstruktivis diturunkan berdasarkan formula Piaget dari dua proses kognitif (asimilasi dan akomodasi) yang berada di bawah kontrol sebuah mekanisme pengaturan internal atau equilibrium. Van Glasserfeld lebih jauh mengemukakan bahwa dalam proses asimilasi suatu organisme menyerap data dalam lingkungannya dan menggabungkannya dalam struktur kognitif yang telah ada melalui aktifitas fisik ataupun mental. Struktur kognitif ini kemudian secara efektif digunakan untuk berbagai tujuan penyesuaian dan mengintegrasikannya dengan struktur internal lainnya (yaitu akomodasi). Pada tahap ini, seleksi pengetahuan terjadi. Pengetahuan ini akan terseleksi bila dipandang sesuai dengan pengalaman organisme tersebut, atau disebut juga sebagai viable.
(3) Conceptual-change process
Proses perubahan konseptual (conceptual-change process) merupakan sebuah proses dimana siswa dituntut untuk mengemukakan pengetahuan awal (konsepsi) yang mereka peroleh berdasarkan pengalaman kesehariannya, memberi alasan dan beragumentasi ketika dihadapkan pada konsep yang ditawarkan dalam materi pelajaran IPA, menganalisa dan mengambil keputusan, serta menarik kesimpulan yang dijadikan sebagai konsep yang dapat diterima secara pribadi maupun ilmiah, meskipun tetap bersifat tentatif. Hal ini dikarenakan seiring dengan kematangan pengalaman dan keseharian siswa serta perkembangan ilmu pengetahuan, konsep tersebut pun masih dapat tergeser oleh konsep lain yang lebih dapat diterima.
5.2 Pendekatan Pengajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)
5.2.1. Pengertian
Pengajaran Terbalik merupakan satu pendekatan terhadap pengajaran siswa akan strategi-strategi belajar. Pengajaran Terbalik adalah pendekatan konstruktivis yang berdasar pada prinsip-prinsip pembuatan/pengajuan pertanyaan (Nur, M & Wikandari., 2000). Dengan Pengajaran Terbalik guru mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar, melalui pemodelan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan dan suatu sistem scaffolding (Brown, A & Palincsar, A., dalam Nur, M, 2000).
Pengajaran Terbalik terutama dikembangkan untuk membantu guru menggunakan dialog-dialog belajar yang bersifat kerja sama untuk mengajarkan pemahaman bacaan secara mandiri di kelas. Melalui Pengajaran Terbalik siswa diajarkan empat strategi pemahaman pengaturan diri spesifik yaitu perangkuman, pengajuan pertanyaan, pengklarifikasian dan prediksi. Penggunaan pendekatan ini dipilih karena beberapa sebab yaitu :
(1) Merupakan kegiatan yang secara rutin digunakan pembaca;
(2) Meningkatkan pemahaman maupun memberi pembaca peluang untuk memantau pemahaman sendiri ;
(3) Sangat mendukung dialog bersifat kerja sama (diskusi).
Prosedur Pengajaran Terbalik dilakukan pertama-tama dengan guru menugaskan siswa membaca bacaan dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian guru memodelkan empat keterampilan (mengajukan pertanyaan yang bisa diajukan, merangkum bacaan, mengklarifikasi poin-poin yang sulit, berat ataupun salah, dan meramalkan apa yang akan ditulis pada bagian bacaan berikutnya)(Nur,M, 2000). Selanjutnya guru menunjuk seorang siswa untuk menggantikan peranannya sebagi guru dan bertindak sebagai pemimpin diskusi dalam kelompok tesebut, dan guru beralih peran dalam kelompok tersebut sebagai motivator, mediator, pelatih, dan memberi dukungan, umpan-balik, serta semangat bagi siswa. Secara bertahap dan berangsur-angsur guru menglihkan tanggung jawab pengajaran yang lebih banyak kepada siswa dalam kelompok, serta membantu memonitor berfikir dan strategi yang digunakan.
5.2.2 Memperkenalkan pengajaran terbalik
Pada awal penerapan Pengajaran Terbalik guru memberitahukan akan memperkenalkan suatu pendekatan/strategi belajar, menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedurnya. Selanjutnya mengawali pemodelan dengan membaca satu paragraf suatu bacaan. Kemudian menjelaskan dan mengajarkan bahwa pada saat atau selesai membaca terdapat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan yaitu :
(1) Memikirkan pertanyaan-pertanyaan penting yang dapat diajukan dari apa yang telah dibaca, berkenaan dengan wacana, dan memastikan bisa menjawabnya
(2) Membuat ikhtisar/rangkuman tentang informasi terpenting dari wacana.
(3) Memprediksi/meramalkan apa yang mungkin akan dibahas selanjutanya.
(4) Mencatat apabila ada hal-hal yang kurang jelas atau tidak masuk akal dari suatu bagian, selanjutnya memeriksa apakah kita bisa berhasil membuat hal-hal itu masuk akal. (Nur, M & Wikandari, 2000)
Setelah siswa memahami keterampilan di atas guru akan menunjuk seorang siswa untuk menggantikan perannya dalam kelompok tersebut. Mula-mula ditunjuk siswa yang memiliki kemampuan memimpin diskusi, selanjutnya secara bergilir setiap siswa merasakan/melakukan peran sebagai guru. Setelah sesi perkenalan berakhir, guru menjelaskan kepada siswa mengapa, kapan, dan bagaimana strategi tersebut digunakan.
5.2.3. Prosedur harian
Dalam tahap kelanjutan pelaksanaannya Pengajaran Terbalik melalui prosedur harian sebagai berikut : (Nur, M & Wikandari, 2000)
(1) Disediakan teks bacaan sesuai materi yang hendak diselesaikan.
(2) Dijelaskan bahwa pada segmen pertama guru bertindak sebagai guru (model).
(3) Siswa diminta membaca dalam hati bagian teks yang ditetapkan. Untuk memudahkan mula-mula bekerja paragraf demi paragraf.
(4) Jika siswa telah menyelesaikan bagian pertama, dilakukan pemodelan berikut ini :
(a) Pertanyaan yang saya perkirakan akan ditanyakan guru adalah :
…………………………………………………………………………….
(b) Guru memberikan kesempatan siswa menjawab pertanyaan tersebut. Bila perlu mereka boleh mengacu pada teks dengan kalimatnya sendiri :
.................................................................................................................
(c) Merangkum pokok pikiran yang terdapat dalam paragrap/subbab. Bila perlu dapat menunjuk salah seorang siswa untuk membacakan rangkumannya.
…………………………………………………………………………..
(d) Memberikan kesempatan siswa untuk memprediksikan hal yang akan dibahas pada paragrap selanjutnya .
…………………………………………………………………………….
(e) Memberikan kesempatan siswa mengajukan komentar atau menemukan hal yang tidak jelas pada bacaan .
…………………………………………………………………………….
(5) Siswa diminta untuk memberikan komentar tentang pengajaran yang baru berlangsung dan mengenai bacaan.
(6) Segmen berikutnya dilanjutkan dengan bagian bacaan/paragrap berikutnya, dan dipilih satu siswa yang akan berperan sebagai “guru-siswa”.
(7) Siswa dilatih/diarahkan berperan sebagai “guru-siswa” sepanjang kegiatan itu. Mendorong siswa lain untuk berperan serta dalam dialog, namun selalu memberi “guru-siswa”itu untuk kesempatan memimpin dialog. Memberikan banyak umpan balik dan pujian kepada “guru-siswa” untuk peran sertanya.
(8) Pada hari-hari berikutnya, semakin lama guru mengurangi peran dalam dialog, sehingga “guru-siswa” dan siswa lain itu beriniatif sendiri menangani kegiatan itu. Peran guru selanjutnya sebagai moderator, menjaga agar siswa tetap berada dalam jalur dan membantu mengatasi kesulitan.


5.3 Pencemaran Air

5.3.1 Tujuan materi ikatan kimia
Materi pencemaran air yang merupakan bagian dari pencemaran lingkungan diberikan di SMU pada kelas 2 semester genap bertujuan agar siswa memahami terjadinya pencemaran dan pencegahannya melalui pengamatan dan penafsiran bagan. (Depdiknas, 1999).
5.3.2 Pencemaran air
(1) Air bersih dan air tercemar
Air merupakan pelarut yang sangat baik, sehingga di alam umumnya berada dalam keadaan yang tidak murni. Air alam juga mengandung berbagai jenis zat, baik yang larut maupun yang tidak larut serta mengandung mikroorganisme. Jika kandungan bahan-bahan dalam air tersebut tidak mengganggu kesehatan, air dianggap bersih dan layak untuk diminum. Air dikatakan tercemar jika terdapat gangguan terhadap kualitas air sehingga air tersebut tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunaannya.
Berdasarkan peruntukkannya, air (tidak termasuk air laut) dibagi daalm 4 golongan, yaitu : (Purba, M, 2000)
(a) Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
(b) Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk air minum.
(c) Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
(d) Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.
Tolak ukur yang dipakai untuk menentukan kualitas air adalah oksigen terlarut, zat padat terlarut, BOD, sidemen, pH dan suhu (Tim Penyusun,2003).
(a) Oksigen terlarut (Disolved Oxygen = DO)
Air mengandung oksigen terlarut yang diperlukan jasad renik untuk menguraikan sampah organik. Air bersih paling sedikit mengandung 5 ppm (part per million/bagian per juta) oksigen terlarut.
(b) Zat padat terlarut
Air yang terdapat di alam mengandung bermacam-macam zat terlarut, tergantung pada temapat terdapatnya air. Zat-zat yang terlarut, misalnya garam-garam klorida, nitrat, bikarbonat, dan kalium. Banyak dan jenis zat yang terlarut merupakan petunjuk kualitas air bersih. Air bersih maksimum mengandung zat padat terlarut 1.000 ppm.
(c) BOD (Biological Oxygen Demand)
Untuk menguraikan sampah organik yang terdapat dalam satu liter air pada keadaan standar selama 5 hari pada suhu 20oC disebut BOD. Air dianggap bersih apabila BOD kurang dari 1 ppm.
(d) Sidemen (endapan)
Sidemen merupakan endapan yang terbentuk dari hancuran tanah karena proses mekanis maupun kimiawi. Kekeruhan atau banyaknya sidemen dalam air alam menunjukkan derajat pengotoran air.
(e) pH
Pada umumnya, harga pH air yang terdapat di alam berkisar 7.
(f) Suhu
Perubahan suhu air akan mempengaruhi banyak zat yang terlarut di dalamnya. Makin tinggi suhu air makin sedikit gas yang dapat melarut ke dalamnya. Sebaliknya, kenaikan suhu air akan menambah zat padat atau zat cair yang melarut.
Sumber pencemaran air yang paling umum adalah limbah industri, pertanian dan pemukiman.
(a) Limbah industri
Limbah industri yang paling berbahaya adalah logam-logam berat seperti raksa (Hg atau merkuri) yang berasal dari industri obat-obatan, batu baterai, kosmetik, plastik, pengolahan logam, dan sampah organik dari pabrik pulp/kertas.Untuk mengatasi limbah berbahaya yang berasal dari industri, setiap pabrik yang menghasilkan limbah harus mempunyai unit pengolahan limbah (Waste Water Treatment) sehingga air yang dibuang oleh pabrik ke sungai merupakan air yang mempunyai persyaratan air tidak tercemar.
(b) Limbah pertanian
Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari air. Limbah pupuk akan menyuburkan tumbuhan air, seperti ganggang dan enceng gondok sehingga dapat menutupi permukaan air. Akibat lain adalah sampah organik yang dihasilkan oleh ganggang dan enceng gondok akan menghabiskan oksigen terlarut yang terkandung dalam air sehingga ikan-ikan akan mati. Selain itu, limbah pestisida dapat membunuh ikan-ikan dalam air ataupun dapt diserap oleh mikroorganisme lalu masuk ke rantai makanan sehingga dapat sampai ke tubuh manusia dan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit dan juga kematian terutama pada penggunaan pestisida jenis organoklor. Untuk mengatasi limbah pertanian, pengunaan pupuk dan pestisida disesuaikan dengan kebutuhan dan jangan sampai berlebihan.
(c) Limbah pemukiman/rumah tangga
Limbah pemukiman yang paling menonjol untuk mencemarkan air adalah detergen. Dewasa ini detergen telah menggeser fungsi sabun sebagai bahan pencuci. Padahal limbah detergen sangat sukar diuraikan oleh mikroorganisme sehingga tetap aktif untuk jangka waktu yang lama, bahkan sampai tahunan. Oleh karena itu, buih detergen sering menutupi permukaan air sungai atau danau. Selain itu detergen juga mengandung senyawa fosfat yang merangsang pertumbuhan ganggang dan enceng gondok. Oleh karena itu, penggunaan detergen harus dibatasi yaitu sebesar 0,05 mg/L. Dan untuk menguraikan detergen dapat digunakan ganggang hijau.
(2) Pengolahan air
Proses pengolahan air secara sederhana dilakukan dalam tiga tahap, sebagai berikut :
(a) Koagulasi atau penggumpalan kotoran, prosesnya didasarkan pada sifat koagulasi dari partikel koloid. Koloid yang dipakai untuk menggumpalkan kotoran (koagulasi) antara lain Al(OH)3 yang diperoleh dari tawas.
(b) Penyaringan yang bertujuan untuk memisahkan gumpalan kotoran yang dihasilkan dari proses koagulasi. Yang digunakan sebagai media penyaringan antara lain pasir, kerikil dan ijuk.
(c) Penambahan desinfektan bertujuan untuk membunuh kuman-kuman yang terlarut dalam air yang tidak mungkin hilang melalui koagulasi dan penyaringan. Bahan yang digunakan sebagai desinfektan adalah kaporit , Ca(OCl)2.
(3) Air sadah
Air yang mengandung ion Ca2+ dan Mg2+ disebut air sadah. Air sadah menyebabkan sabun sukar berbuih karena ion-ion Ca2+ dan Mg2+ mengendapkan sabun. Kesadahan air dibedakan atas kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Kesadahan sementara disebabkan oleh garam-garam hidrogen karbonat yang dapat hilang jika air didihkan. Sementara kesadahan tetap disebabkan oleh garam hidrogen karbonat. Kesadahan tetap lebih sulit dihilangkan bahkan tidak hilang sekalipun dididihkan. Berikut ini beberapa cara menghilangkan kesadahan :
(a) Proses soda-kapur
Menurut cara ini, air sadah direaksikan dengan soda, Na2CO3 dan kapur Ca(OH)2 sehingga ion Mg2+ dan Ca2+ diendapkan.

(b) Proses zeolit
Dengan cara ini, air sadah dialirkan melalui natrium zeolit, sehingga ion Mg2+ dan Ca2+ akan diikat zeolit, menggantikan ion Na+, membentuk kalsium/magnesium zeolit.
Kerugian yang ditimbulkan air sadah antara lain :
(a) Memboroskan sabun
(b) Menimbulkan batu ketel
VI. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan dengan cara mengembangkan perangkat pembelajaran kimia dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching) pada materi pencemaran air dengan instrumen-instrumennya Rencana Pembelajaran (RP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Tes Hasil Belajar (THB), lembar pengamatan aktivitas siswa dan lembar angket respon siswa.
6.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas sehingga menggunakan desain Pretest and Postest Group Design (Arikunto,1998). Rancangannya dapat digambarkan sebagai berikut :
O1 X O2
Keterangan : O1 = pretest
O2 = postest
X = tindakan KBM dengan pendekatan pengajaran terbalik
O1 = O2
6.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MAN I Barabai.
6.3 Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas 2 A MAN I Barabai Tahun Pelajaran 2003/2004.
6.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian dipergunakan teknik tes, angket dan observasi. Teknik tes digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa pada materi pencemaran air dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching). Teknik angket digunakan untuk mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran dan perangkat pembelajaran dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching). Observasi digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas siswa dengan pendekatan pengajaran terbalik (reciprocal teaching).
6.5 Pengujian Instrumen
Perangkat pembelajaran yang telah dibuat selanjutnya divalidasi oleh sejumlah pakar guna memperoleh saran dan revisi untuk mengevaluasi dan memperbaiki perangkat yang telah dibuat.
6.6 Teknik Analisis Data
6.6.1 Analisis deskriptif pengamatan aktivitas siswa
Pengamatan yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, reliabilitas instrumen ditentukan oleh laporan dua pengamat, dengan tingkat reliabilitas dihitung menggunakan rumus percentage of agreements (R) sebagai berikut:
Percentage of agreements(R) = x 100 % (Borich dalam Husain, 2004)
Di mana : R = Reliabilitas
A = frekuensi aspek tingkah laku yang teramati oleh pengamat yang memberikan frekuensi tinggi
B = frekuensi aspek tingkah laku yang teramati oleh pengamat yang memberikan frekuensi rendah
Instrumen pengamatan aktivitas siswa yang digunakan dapat dikatakan reliabel, jika nilai reliabilitasnya ³ 0,75 atau ³ 75 % (Borich dalam Husain, 2004).
Prosentase aktivitas siswa perkatagori aktivitas selama KBM dihitung dengan menggunakan rumus :
Prosentase aktivitas siswa = 100%
Dimana : P1 = frekuensi aktivitas siswa perkatagori yang teramati pengamat 1
Q = jumlah aktivitas seluruh siswa selama KBM berlangsung.
6.6.2 Analisis Deskriptif Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran
Angket respon siswa dipergunakan untuk mengukur pendapat siswa terhadap ketertarikan, perasaan senang dan keterkinian, serta kemudahan memahami komponen-komponen : materi/isi pelajaran, kegiatan dalam LKS, suasana belajar dan cara guru mengajar; serta minat penggunaan Pengajaran Terbalik. Angket respon siswa diberikan kepada siswa setelah seluruh KBM selesai dilaksanakan. Prosentase respon siswa dihitung dengan menggunakan rumus :
Prosentase respon siswa = x 100 %
Dimana : A = proporsi siswa yang memilih
B = jumlah siswa (responden)
6.6.3. Analisis Tes Hasil Belajar
Analisis tes hasil belajar dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar, ketuntasan belajar dan sensitivitas butir soal.
(1) Ketuntasan belajar
Untuk menentukan ketuntasan belajar persiswa (individual) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
KB = x 100 % (Muhammad dalam Husain,2004)
Di mana : KB = Ketuntasan belajar
T = jumlah skor yang didapat siswa
Tt = jumlah skor keseluruhan
Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika proporsi jawaban benar siswa ³ 65 %, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ³ 85 % siswa yang telah tuntas belajarnya (Dikbud dalam Husain, 2004)
(2) Sensitivitas
Sensitivitas perlu dicari untuk mengetahui kepekaan/pengaruh suatu proses pembelajaran. Indeks sensitivitas efektif terdapat antara 0,00 sampai 1,00 (Gronlund dalam Husain, 2004). Sensitivitas dihitung dengan menggunakan persamaan :
S = x 100 % (Gronlund dalam Husain, 2004)
Di mana : S = sensitivitas butir soal
Ra = jumlah siswa yang menjawab benar pada uji akhir
Rb = jumlah siswa yang menjawab benar pada uji awal
T = jumlah siswa yang mengikuti tes
Untuk menentukan kepekaan suatu proses pembelajaran, butir soal yang digunakan pada uji awal dan uji akhir adalah sama. Kriteria butir soal yang sensitif/peka terhadap efek-efek pembelajaran dan dapat dipakai yaitu yang mempunyai sensitivitas (S) ³0,30 (Aiken dalam Fadholi, 2004).
(3) Peningkatan hasil belajar.
Untuk menentukan peningkatan hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif atau prosentase, yaitu menggunakan persamaan sebagai berikut :
PHB = x 100 % (Muhammad dalam Fadholi, 2004)
Di mana : PHB = Peningkatan Hasil Belajar
D = Selisih skor tes awal dan tes akhir
SMI = skor maksimum ideal

Minggu, 17 Februari 2008